Media Berbicara COVID-19

Agustio A.
5 min readJul 30, 2020

--

Komunikasi menjadi bagian terpenting dalam penanganan krisis COVID-19 hari ini, kemampuan pemerintah untuk memberikan informasi akurat kepada masyarakatnya menjadi semakin penting. Kita tentu hidup melalui masa-masa itu dengan pandemi COVID-19, di mana informasi terus berkembang setiap hari. Hal ini sangat memiliki pengaruh dan penilaian publik seberapa tangguh pemerintah negara kita dalam menghadapi virus mematikan yang sudah dikatakan pandemi sejak maret oleh WHO.

KECEPATAN INFORMASI DI MEDIA SOSIAL

Pandemi menyebar dengan cepat, diikuti kecepatan informasi yang beredar di media sosial. Ketika kasus pertama, semua penjuru dunia tau dalam hitungan jam karena akses internet tak ada batas, media sosial terbuka luas dan dunia digital meningkat tinggi, dengan lebih banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu melakukan lebih banyak hal secara online daripada sebelumnya.

Dunia telah berubah secara dramatis selama tiga bulan pertama tahun 2020, dengan pandemi COVID-19 yang merebak berdampak pada hampir setiap aspek kehidupan kita. Perubahan ini jelas terlihat dalam perilaku digital di dunia, terutama ketika miliaran orang beralih ke perangkat yang terhubung untuk membantu mereka mengatasi kehidupan dan bekerja di rumah.

Analisis dari Datareportal.com menunjukkan bahwa 4.57 miliar orang sekarang menggunakan internet, meningkat lebih dari 7 persen dari tahun lalu. Pengguna media sosial tumbuh lebih cepat, naik lebih dari 10 persen sejak Juli 2019 hingga mencapai 3.96 miliar di hari ini. Penelitian terperinci dari GlobalWebIndex mengungkapkan bahwa orang-orang di seluruh dunia telah menghabiskan lebih banyak waktu pada perangkat digital imbas dari lockdown di negaranya dan PSBB di Indonesia.

GAYA KOMUNIKASI YANG DIGUNAKAN PEMERINTAH

Hari ini, pemerintah Indonesia terus bekerja keras menghadapi tantangan untuk menjaga agar masyarakat mendapat informasi yang tepat mengenai COVID-19. Pemerintah menyediakan siaran pers harian yang dilakukan Tim Gugus Tugas COVID-19 agar menyatukan sumber informasi yang akan digunakan masyarakat.

Tetapi upaya ini tidak lengkap tanpa adanya penggunaan media sosial, selain siaran pers pemerintah pun membagikan hasil konferensi pers dan detail lainnya yang tak dibagikan dalam siaran pers ke akun resmi pemerintah lewat media sosial. Tidak hanya itu pemerintah juga memanfaatkan infografis unik dan menarik untuk membagikan data-data tersebut, sehingga membantu masyarakat untuk menyerap informasi yang diterima.

Pemerintah telah menyadari bahwa masyarakat sekarang dapat benar-benar terhubung dengan pemerintah untuk memberikan informasi lewat media sosial. Seperti contohnya WHO memilih beralih ke media sosial Twitter untuk mendorong cuci tangan yang benar, arahan penggunaan masker dan himbauan untuk tetap dirumah jika tidak ada hal yang sifatnya penting. Kini Indonesia sudah memanfaatkan media sosial sepenuhnya.

Sebaik-baiknya komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah, realitanya masih banyak masyarakat yang kebingungan. Mengutip dari Kompas.com perrnyataan praktisi komunikasi Helmy Yahya. Ia menyarankan pemerintah menggunakan gaya bahasa yang mudah diterima masyarakat dalam menyampaikan perkembangan penanggulangan pandemi Covid-19. Hal tersebut disampaikan Helmy dalam diskusi bertajuk “New Normal : Tatanan Hidup Covid-19” secara virtual, Senin (18/5/2020).

Helmy mengatakan, gaya bahasa tersebut penting karena masyarakat Indonesia data dari beragam dan asal yang latar belakang yang berbeda.

“Saya praktisi komunikasi, saya masih ada catatan sekarang, saya tidak katakan kritik tetapi memberikan masukan bahwa masyarakat kita demikian heterogen, dan mayoritas masyarakat kita adalah pendidikannya SMA ke bawah,”

“Tolong lah gunakan bahasa yang baik saja, tips komunikasi pertama itu you have to speak in audience language, kita harus bicara dalam bahasa audiens,” sambungnya.

Helmy mengatakan, semua informasi yang disampaikan pemerintah terkait Covid-19 belum tentu dapat dipahami masyarakat. Bahkan, sebagian dari mereka belum mengerti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Oleh karenanya, ia mengatakan, gaya bahasa sangat diperlukan agar pesan pemerintah dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

“Audiens kita itu siapa? Yakin kah kita semua, rakyat kita mengerti swab test? PCR? Ini yang bahasanya, jangan-jangan rakyat itu tidak mengerti, dan Anda lihat di bawah-bawah itu, masih banyak tuh yang tidak tahu PSBB itu apa,” ujarnya.

Seluruh infografis, informasi, atau berita yang disebarkan oleh pemerintah dapat dipadu padankan dengan desain menarik dan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat akan menghasilkan komunikasi yang sempurna selain dua hal itu komunikasi akan tersampaikan dengan baik jika tetap berpegang pada fakta.

UPAYA PENANGKALAN BERITA HOAX OLEH PEMERINTAH DAN WHO

Peran penting pemerintah di media sosial hari ini adalah meminimalkan berita bohong yang terus berselancar di seluruh media sosial — peringkat teratas penyebaran terbanyak berada di Whatsapp Grup dan Facebook. Bagi Indonesia generasi orang tua kita yang menjadi begitu rentan dengan berita bohong, menjadikan peran anak muda yang harus lebih bisa mencerna dan memilih berita bohong atau tidak, akan menjadi penting untuk mengedukasi orang tua agar tidak mudah termakan berita hoax yang ada di media sosial.

Peluncuran website covid19.go.id ditambah dengan memasukan fitur hoax buster, yang juga didukung oleh MAFINDO. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) adalah sebuah komunitas anti hoax terbesar se-Indonesia dengan memusatkan perhatian terhadap penyebaran hoax di Indonesia. Hal tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah sudah berupaya untuk memusatkan informasi sekaligus meminimalisir hoax yang tersebar serta memberikan jawaban kebenaran terhadap hoax yang telah beredar.

Dalam hal penangkapan berita hoax, WHO juga kini memusatkan sumber informasi tentang COVID-19 di situs EPI-WIN, akronim dari WHO Network for Information in Epidemics. Disana terdapat informasi tentang COVID-19 sudah pasti, ditambah myth busters berupa konten ‘cek fakta’ atau klarifikasi atas sejumlah informasi tak akurat yang beredar di masyarakat. Mereka (WHO) juga menambahkan Parenting in the context of COVID-19 yang dibagi menjadi empat yaitu; konten bagi orang tua untuk mengedukasi anak-anak tentang cara menghadapi COVID-19; tips bagi anak berkebutuhan khusus dalam menghadapi COVID-19; tips menjaga keluarga harmonis selama COVID-19 berlangsung; tips penganggaran bagi keluarga pada saat tekanan keuangan selama masa pandemi COVID-19.

POLUSI INFORMASI

COVID-19 menunjukan bagaimana media sosial telah menjadi alat penting dalam demokratisasi pengetahuan, media sosial juga telah menjadi jaringan penting untuk diskusi publik dan salah satu sarana pemberian informasi dan pemahaman tentang COVID-19.

Setelah laporan kasus pertama dari Tiongkok, media online dan media sosial mengalami peningkatan pengunjung yang signifikan, namun akibatnya pademi covid ini berpotensi polusi informasi. Resiko ini telah diperingatkan WHO dengan menyatakan “infodemik” –banyaknya informasi mengenai masalah, ketika fakta, rumor, ketakutan bercampur menjadi sulit untuk mempelajari informasi penting tentang suatu masalah sehingga solusinya menjadi lebih sulit– berjalan paralel dengan pandemi COVID-19.

Salah satu bentuk dari polusi informasi itu adalah hoaks. Sekarang pemeriksa fakta di seluruh dunia sudah kelelahan akibat infodemik ini. Masyarakat Indonesia menjadi lebih tertarik dengan berita dengan narasi yang bombastis atau dilebih-lebihkan. Logikanya informasi dengan narasi seperti itu pasti menggunakan diksi yang persuasif. Selain narasi yang dibuat begitu meyakinkan, penyerapan berita hoaks gampang karena informasi yang dibagikan pun mudah dicerna sebab sebagian besar hoaks tidak menggunakan data hanya opini penulis. Ketika sebuah informasi atau berita yang dibagikan dengan narasi yang ditambah-tambahkan akan muncul paradigma baru atas informasi tersebut.

Tidak hanya hoax, munculnya teori-teori konspirasi tentang COVID-19 bisa memperparah penularan. Hoax membuat masyarakat tak percaya pada penanganan pandemi dan akhirnya abai terhadap protokol kesehatan

Polusi informasi itu bisa dibasmi dengan perubahan cara pandang para penyebar Informasi seperti media online, televisi, hingga media cetak agar mereka yang menjadi subjek pusat penyebaran informasi yang tidak memutar balikkan fakta yang ada, tidak menyalahgunakan dan membuat tidak menggunakan bahasa yang ambigu.

Ada baiknya lagi jika pusat informasi hanya ada pada satu sumber sehingga tidak ada kekeliruan terhadap informasi yang disebarkan. Seperti apa yang dilakukan Amerika Serikat memusatkan informasi yang hanya datang dari satu pintu untuk menampik berita tidak benar dan sekaligus menginfokan media-media besar tentang apa yang sedang terjadi di negara ini. Jika Indonesia bisa menjalankan hal-hal ini maka penyebaran informasi COVID-19 akan menjadi lebih efektif dan cepat, tidak ada ketimpangan informasi didalamnya.

Ditulis bersama Yasmin Kamilah Irsanti

--

--